Minggu, 07 Februari 2010

Antara Bodoh & Beruntung


Kita pasti pernah mengalami yang namanya mencela dan dicela. Entah ringan maupun berat bentuknya. Mencela adalah pekerjaan yang paling mudah. Namun buat yang dicela, bukanlah hal mudah untuk dilupakan. Yang hebat adalah kalau suatu celaan dapat dijadikan pemecut kemajuan diri. Bila ini terjadi, percayalah mereka yang dulu mencela itu pasti berbalik terkagum-kagum.

Beberapa waktu lalu saya hadir di suatu seminar. Si pembicara menceritakan bagaimana dia berhasil keluar dari lilitan hutang jutaan dollar hanya dalam waktu dua tahun melalui jalan finansial non-konvensional. Namun pilihannya ini malah membuatnya dicela banyak orang termasuk oleh keluarganya sendiri. Kata mereka, “Your choice.. that’s stupid!”. Si pembicara ini tidak peduli, dia tetap yakin dengan pilihannya. Lalu ketika dia berhasil menunjukkan keberhasilan atas pilihannya itu, orang-orang yang dulu mencelanya kini berkomentar, “Oooh.. how lucky you are!”. Si pembicara pun mengingatkan kami, “Percayalah, semua orang pasti akan mengalami situasi ini, from being called stupid to lucky. Bedanya tipis kok! Karenanya jangan berkecil hati bila pilihan Anda disebut pilihan bodoh. Selama Anda yakin dan bekerja keras mewujudkan pilihan Anda itu, Anda pasti akan sampai pada titik di mana semua orang akan mengatakan betapa beruntungnya Anda.”.

Albert Einstein dan Thomas Alva Edison juga dikatakan si bodoh oleh sang guru. Kolonel Sanders ditertawakan orang banyak saat dia menawarkan waralaba ayam gorengnya pertama kali. Sama seperti Henry Ford ketika berusaha meyakinkan masyarakat untuk meninggalkan kereta kuda mereka dan beralih ke “kuda besi” karena era kereta kuda bakal berakhir. Seorang teman pernah dicela sebagai copywriter bodoh oleh sang Creative Director. Setahun kemudian, dia berhasil menggondol banyak penghargaan periklanan dalam dan luar negeri. Kalau dia memang copywriter bodoh bagaimana mungkin dia bisa mendapat penghargaan? Dia meraih keberuntungannya lewat kerja keras demi membuktikan kalau dia tidaklah seperti celaan sang Creative Director itu.

Namun adakalanya status bodoh dan beruntung malah bisa berjalan beriringan. Alkisah, suatu hari teman saya pernah mempertanyakan kapasitas atasan kami. Pertanyaannya adalah bagaimana orang yang tidak semumpuni titel yang disandangnya itu bisa menjadi seorang atasan. Saat itu semua orang di kantor bukan lagi mencela tapi sudah sampai ke tahap sepakat mengakui betapa bodohnya sang atasan kami itu. Bahkan client utama kami saat itu sudah tidak mau menganggap dia sebagaimana jabatannya. Sungguh satu hal yang tidak baik. Entah bagaimana, si atasan bodoh ini bisa bertengger lama di kursinya. Karenanya, menjawab pertanyaan teman saya itu, saya hanya bisa katakan, “Some people are lucky.”. Beruntung karena dia seorang expat yang dipekerjakan demi menjaga image. Tapi saya adalah penganut “sepandai-pandainya tupai melompat, pastilah dia akan terjatuh juga”. Saya percaya keberuntungan seseorang yang memang bodoh takkan berlangsung lama. Orang yang pandai luar dalamlah yang akan memiliki keberuntungan jangka panjang.

Jadi pilih mana, dari dicap bodoh lalu jadi si untung atau jadi si bodoh yang beruntung?

FBI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar