Rabu, 28 April 2010

Chanoyu, Seni Minum Teh dari Jepang



Chado atau the way of tea adalah suatu jalan atau cara memahami upacara minum teh dan segala estetikanya untuk dapat diaplikasikan dalam secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Chado sering juga disebut sebagai Chanoyu.

Chanoyu sendiri, kalau diartikan secara harafiah artinya adalah air panas untuk teh. Tradisi ini berkembang seiring dengan sejarah panjang masuknya teh ke Jepang.


"Make a delicious bowl of tea"
Itu jawaban pertama dari Sen No Rikyu ketika ditanya muridnya tentang hal yang
terpenting yang harus dipahami dan tersimpan dari dalam pikiran kita ketika kita
sedang melakukan tata cara upacara minum teh. Jadi tak heran kalau sensei
Uchida, salah seorang pengajar Chanoyu di JF Indonesia mengatakan hal tersebut
kepada muridnya, karena hal tersebut merupakan bagian dari Seven Rules of
Rikyu's yang menjadi fondamental bagi seseorang yang berhubungan perilaku kita
sewaktu latihan Chanoyu.

Walau tampaknya sederhana, tetapi membuat teh yang lezat, tampaknya begitu
sederhana, tetapi sebenarnya membutuhkan effort, knowledge dan kesungguhan hati
dari Otemae. Simplenya, untk membuat teh yang paling lezat, tentu kita sajikan
teh yang paling mahal. Mahal disini bukan sekedar dari nilai uang yang kita
gunakan untuk membeli teh tersebut, tetapi juga valueable dri teh tersebut.
Apakah teh tersebut mahal karena kemasannya? Karena langka? Karena susah
prosesnya? Karena dibuat dari bahan baku terbaik, lokasi yang baik, proses yang
dan sebagainya.




Lalu apakah semua itu cukup hanya dengan memiliki teh terbaik dan mahal kita
bisa menyajikan teh yang paling lezat?

Sayangnya teh-teh yang mahal (baca kualitas tinggi), seringkali membutuhkan
pengetahuan dan treatment yang khusus. Kualiatas air, suhu yang tepat, lama
seduh (khusus untuk Chanoyu tentunya keterampilan dalam menggunakan chasen),
adalah langkah-langkah berikutnya.

Untuk mengetahui ini semua, selain membutuhkan ilmu tersendiri juga pengalaman
dan jam terbang. Bagaimana kita tahu teh tersebut yang terbaik, kalau belum
mencoba yang kurang baik. Kita juga mesti tahu, bagaimana seharusnya teh
tersebut diproses.

Jadi make a delicous bowl of tea, lebih bermakna filosofis, untuk menunjukkan
kesungguhan dan terlebih passionate kita untuk membuatnya.

Chanoyu atau Chado bukan sekedar ritual ceremony dalam bahasa simbolisasi,
melainkan sebuah jalan hidup yang memang diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Prinsip dasar dari Rikyu, yaitu Wa (keselarasan), Kei (rasa
hormat), Sei (kesucian) dan Jaku (ketenangan) itulah dasar-dasar kita dapat
menjadi otemae yang baik.



Dalam sebuah ceremony, beberapa memang dilakukan dalam simbolisasi. Seperti
Keselarasan peralatan yang digunakan, yang mesti disesuaikan dengan musim sesuai
kehendak alam. Keselarasan gerak, yang presisi namun penuh nilai seni tinggi.
Seorang Otemae seperti Uchida, dimata saya gerakannya seperti penari yang
lembut, tetapi tegas dan khidmat.

Rasa hormat, diaplikasikan dengan beberapa macam cara hormat seperti Sin, So
atau Gyo. Tetapi prinsip dasar dari rasa hormat disini adalah sincerity, atau
ketulusan untuk membawa kita kesuatu hubungan yang terbuka dan intim dengan
lingkungan, kemanusian dan alam.




Tanpa rasa hormat dan ketulusan hati, niscaya sulit kita dapat menyajikan teh
dengan baik, yang mesti dilakukan dengan tata cara dimana dimata orang awam
terlihat ribet dan lama. Begitu juga sebagai tamu, tanpa ada rasa hormat dan
ketulusan, sang tamu tidak akan dapat menikmati teh yang disajikan. Karena
kesemua itu tidak hanya dinikmati di mulut, tetapi juga dipikiran dan dihati.

Kemurnian, dapat terlihat dari awal penyajian disiapkan, mulai dari merendam
chakin (lap chawan) dan chasen (pengocok teh) dalam air panas, kemudian
simbolisasi pembersihan Natsume (tempat teh), Chashaku (sendok teh), Chawan
(mangkok teh), dan Chasen. Dalam upacara lengkap, bahkan simbolisasi ini dimulai ketika kita masuk pintu gerbang menuju Chasitsu (rumah teh), dimana kita sudah disediakan Tsukubai (tempat simbol pembersihan). Di tempat ini disediakan air di dalam wadah batu, lengkap dengan peralatan pembersihan lainnya.


Kesemua itu dilakukan dalam suasana penuh ketenangan dan kedamaian, jauh dari hiruk pikuk dunia. Dalam ketenangan, di dalam ruang penyajian teh, kita seakan masuk ke dalam dunia microcosmos penuh dengan kedamaian. Dalam ketenangan kita renungkan kembali, sejauh mana Wa, Kei dan Sei telah dapat kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.


Dalam Chado, yang paling utama adalah ketulusan hati. Tanpa ketulusan, mustahil kita dapat membuat teh yang baik. Ada satu cerita tentang Sen Rikyu, yang ditulis dalam buku Tea Life Tea Mind oleh Grand Master Urasenke ke 15, Gen Soshitsu Sen. Dalam buku tersebut, Kebijaksanaan pertama dari dari tujuh kebijaksanaan Rikyu adalah, Membuat teh yang paling enak.


Pada suatu hari Rikyu diundang oleh seorang pemilik kebun teh untuk mencoba teh yang dihasilkannya. Dengan kegembiraan yang meluap-luap, karena undangannya diterima oleh Rikyu, dia bermaksud menyajikan sendiri tehnya dihadapan Rikyu.

Dengan semangat yang meluap-luap, membuat dia begitu gemetar ketika menjadi
otemae, sehingga penampilannya begitu buruk. Sendok teh jatuh, mengocok teh
terlalu keras. Salah seorang murid Rikyu, mendengus sinis demi manner buruk si
pemilik kebun teh tersebut. Tetapi Rikyu, malah memuji teh buatannya sebagai teh yang sangat baik.


Sepulang dari situ, muridnya bertanya, "Kenapa kamu begitu terkesan dengan
penampilan yagn sangat memalukan dari si tukang kebun teh tersebut?".

Rikyu menjawab: "Laki-laki itu, tidak mengundang saya dengan ide atau
menunjukkan skill yang bagus dalam menyajikan teh. Dia hanya ingin menyajikan
teh dengan sepenuh hatinya. Dia mencurahkan seluruh perhatiannya untuk membuat teh yang terbaik buat saya, dan dia tidak pernah khawatir akan melakukan kesalahan. Ketulusan hatinya sangat menyentuh saya."




Terimakasih untuk Om bambang yang sudah mengundang saya dalam Komunitas Chanoyu Indonesia dan foto-fotonya ketika sedang "Demo Chanoyu di Japan Foundation"

1 komentar: