Rabu, 28 April 2010

Kita Siap untuk Hidup Green Clean?





Dewasa ini, tidak peduli Anda menatap ke mana, semua orang sedang melompat ke dalam iring-iringan kereta “hijau”. Anda dapat membeli tas belanja berbahan “kain” untuk menggantikan tas belanja plastik, memakai penyaring air untuk air ledeng sebagai pengganti minuman kemasan botol plastik, dan membeli secara borongan bahan makanan dengan demikian mengurangi ekstra sampah.
Karena pada akhirnya kita mulai memegang tangung jawab atas sampah yang sudah kita ciptakan di atas planet kita ini, gagasan-gagasan untuk membersihkan nampaknya tak ada akhirnya. Bagaimanapun juga, sering kali kita mengalami kesulitan melepaskan kebiasaan-kebiasaan dan gagasan-gagasan lama serta merubah secara mendasar cara kita melakukan sesuatu dalam kehidupan kita sehari-hari.

Kadangkala hidup “hijau” bisa menjadi sangat rumit. Sebagai contoh, sebelumnya ketika masa daur ulang mulai menjadi populer, keluarga saya mendaur ulang segala sesuatu yang dapat didaur ulang, mengira kami telah melakukan sesuatu yang besar dengan membantu membersihkan sudut kecil dari dunia kita.

Rintangan mulai muncul ketika hendak mendaur ulang kaleng-kaleng bekas isi sayuran. Kalau kaleng-kaleng soda aluminium adalah mudah, Anda hanya perlu mengosongkan, menghancurkan dan memasukkannya dalam kantong.

Kaleng-kaleng lainnya lebih sulit, bagaimanapun juga, mereka harus dibilas terlebih dahulu. Segera setelah itu, saya tersadar bahwa ini merupakan sebuah persoalan: kami membilas kaleng bekas isi sayuran dengan air, yakni air yang seharusnya kita hemat. Dan, barang-barang tertentu benar-benar perlu dibilas berulang kali agar menjadi bersih.

Saya berpikir, “Apakah ini benar-benar cara yang terbaik? Apakah air yang kita gunakan untuk membilas kaleng-kaleng tersebut cukup berharga untuk mendaur-ulang kaleng-kaleng tersebut?”

Nampaknya tak seorang pun memiliki jawabannya.

Masalah lain timbul dengan gelas-gelas pada kamar mandi. Saya selalu membeli gelas kertas untuk dipakai di kamar mandi. Dulu kami memakainya secara bergantian, tetapi dengan adanya anak kecil dan mengingat kuman-kuman yang sering terbawa, saya pikir kesehatan anak lebih penting daripada menghemat kertas. Suami saya tidak setuju, lalu dia menolak menggunakannya. Sebagai gantinya dia lebih memilih menggunakan tangannya ketika membilas mulutnya sehabis menggosok gigi.

Karena Ia menggunakan tangannya, dia harus membiarkan keran air terbuka lebih lama, dan setelah menyaksikan dia melakukan hal ini beberapa kali, saya merasa dia sedang memboroskan air,bahkan meskipun ia sedang melakukan penghematan kertas. Sekali lagi, ada pertentangan di dalam pikiran saya, “Apakah menghemat kertas lebih penting daripada menghemat air?”

Sekarang kami menggunakan gelas plastik dan saya hanya mencucinya sekali-kali.
Pada intinya, kadangkala sulit bagi kita untuk mengetahui apa yang harus diprioritaskan saat kita hendak menuju “hijau”.

Baru-baru ini, seseorang meminta kepada saya untuk membuat sebuah artikel penggunaan produk alami untuk kegiatan bersih-bersih di rumah. Saya mengira itu merupakan sebuah gagasan yang luar biasa, dan sebetulnya merupakan gagasan yang sudah saya pikirkan sebelumnya, maka saya lalu melakukan sedikit penelitian awal dengan cuka, produk alami yang telah saya kenal sejak lama sebagai alat pembersih yang alami.

Dengan mencari bahan penelitian secara online, saya merasa takjub dengan berbagai situs dan informasi yang tersedia. Sungguh berlimpah! Saya juga menemukan beberapa informasi me-ngenai penggunaan baking soda dan buah lemon sebagai pembersih alami yang baik.
Sejujurnya, meskipun demikian, hati saya bagai tersayat. Belakangan, nampaknya banyak bermunculan produk-produk di pasaran yang sangat efektif, dan saya sudah sangat terbiasa menggunakannya.

Terus terang, saya menyukainya! Dan, gagasan untuk mencampur dan meracik sendiri “bahan” ke dalam sebuah mangkuk lalu menuangkannya ke dalam botol semprotan kosong dan masih harus membeli semua bahan-bahannya…. semua ini, harus saya akui, saya tidak ingin melakukan itu!

Apakah itu sifat malas, apatis atau ingin memberontak yang membuat saya merasa demikian? Ataukah sesuatu yang lebih dalam? Apakah saya hanya perlu melepas secara keseluruhan semua barang-barang yang dikomersilkan, yang bisa memberikan kepuasan dengan segera, yang seringkali bisa sekali pakai lalu dibuang dan meninggalkan kehidupan masyarakat yang nyaman yang kita ciptakan? Itukah yang menyebabkan kita berontak terhadap perubahan, bahkan meskipun itu nyata-nyata adalah yang terbaik — bahkan sangat penting untuk kelangsungan hidup kita?

Saya akan tetap melakukannya, dan akan saya tunjukkan kepada Anda bagaimana cara melakukannya, juga — paling tidak bagaimana cara memulainya. Jika kita dapat membersihkan rumah kita sendiri dengan menggunakan cuka dan air, dan baking soda dan sedikit buah lemon, mengapa tidak melakukannya? Apakah kita memiliki pilihan? Jika kita tidak ingin berubah, bagaimana kita bisa mengharapkan sesuatu menjadi lebih baik?

Saya akan melakukan penelitian saya sekarang, dan saya akan memberitahu kepada Anda apa yang saya temukan dan bagaimana saya mewujudkannya, sehingga Anda dapat mencobanya sendiri.

Salam manis dari sahabat saya : Barbara Gay/The Epoch Times/mer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar